Minggu, 16 Juni 2013

Mengenal Mentawai

Kepulauan Mentawai yang terletak sekitar 100 km disebelah barat pantai pulau Sumatera, terdiri dari 40 pulau besar dan kecil. Diantaranya ada empat pulau besar yang didiami manusia, Siberut di utara sebagai pulau terbesar, Sipora ditengah, Pagai Utara dan Pagai Selatan di bagian selatan. Semuanya terletak pada 1000 Bujur Timur Greenwich dan 50 Lintang Selatan di bawah khatulistiwa. Luasnya 6.700 km2.
Di Kepulauan Mentawai tidak ada gunung, yang ada hanya perbukitan yang tingginya tidak melebihi 500 meter. Umumnya bertanah subur, datar serta berawa-rawa. Mentawai juga terkenal dengan hutan-hutannya yang masih perawan (apalagi bagi para pengusaha-pengusaha kayu). Di Mentawai Banyak terdapat sungai-sungai kecil, dan sarana perhubungan yang paling umum digunakan adalah melalui sungai.
Masyarakat Mentawai
Masyarakat Mentawai menganut sistem Patrilineal yang disebut dengan Uma, yang mempunyai arti tempat tinggal. Uma didiami oleh beberapa orang yang masih berhubungan satu sama lain dalam hal keturunan, menjadi pusat kehidupan adat, yang memperhitungkan dan mempersatukan.
Meskipun mereka mendirikan rumah lain di tempat yang jauh, namun komunikasi dengan Uma tetap ada, sebab Uma merupakan rumah induk.

Di Mentawai terdapat tiga macam rumah, yaitu:
1.Uma
Rumah besar yang menjadi rumah induk tempat penginapan bersama serta tempat menyimpan warisan pusaka. Juga menjadi tempat suci untuk persembahan, penyimpanan tengkorak binatang buruan.Setiap kampung mempunyai Uma sendiri. Kepala Uma disebut Rimata, perlambang pemimpin kehormatan, orang yang lebih arif mengenai hal-hal yang penting buat Uma, seseorang yang berbakat pemimpin.Uma adalah rumah besar yang berfungsi sebagai balai pertemuan semua kerabat dan upacara-upacara bersama bagi semua anggotanya. 
2.Lalep
 Tempat tinggal suami istri yang pernikahannya sudah dianggap sah secara adat. Biasanya lalep terletak di dalam Uma.
3.Rusuk
Suatu pemondokan khusus, tempat penginapan bagi anak-anak muda, para janda dan mereka yang diusir dari kampung.

Makanan
 
Makanan pokok orang Mentawai yang tinggal di pulau Pagai adalah keladi, sedangkan di Siberut sagu dan pisang. Umumnya orang Mentawai doyan memakan daging monyet, rusa, babi dan ayam. Pemotongan babi biasanya dilakukan pada waktu pesta (punen) besar, sebagai tanda pertalian hubungan manusia dengan alam roh.


Pakaian

Pakaian laki-laki adalah kabit (cawat). Yang perempuan memakai rok yang terbuat dari daun atau kulit kayu. Sisa dari keratan-keratan pakaian biasanya diambil sebagai hiasan. Gigi sengaja diasah dan diruncing supaya tajam.
Seiring dengan perkembangan, sekarang masyarakat Mentawai sudah mengenal pakaian dari kain. Walaupun begitu, biasanya Kerei (dukun) jarang atau tidak pernah memakai pakaian dari kain.

Asal-Usul

Suku Mentawai mirip dengan Suku Sakai di Malaysia. Sekalipun ada perbedaan, tetapi dalam banyak hal ada persamaannya. Seperti adat istiadat dan cara hidup hampir serupa. Seperti contoh, dua suku ini memakan sagu dan tidak mengenal beras, sama-sama memakan monyet. Perbedaannya terletak pada cara berburu. Suku Mentawai menggunakan panah beracun sedangkan Suku Sakai menggunakan sumpitan untuk melepaskan damak beracun.
Rokokpun mereka kenal. Suku Mentawai menyulut tembakau, sedangkan Suku Sakai mengunyah seperti menyugi. Menyirih saja yang tidak ada di Mentawai.
Menurut Orang Mentawai sendiri, mereka berasal dari Nias. Keyakinan ini dilandasi oleh dongeng yang menceritakan bahwa pada zaman dahulu kala seorang Nias bernama Ama Tawe pergi memancing ke laut. Sedang terapung-apung di tengah laut, turunlah badai dahsyat yang menyeret Ama Tawe terdampar ke Pulau Mentawai di tepi pantai barat Pulau Siberut. Ama Tawe naik ke darat dan ia melihat tanah yang amat subur. Pohon keladi dan sagu tumbuh sendiri tanpa ada orang yang menanam dan merawatnya. Ama Tawe kembali ke Nias untuk mengambil anak dan istrinya. Dia bermaksud pindah dari Nias dan akan menetap di Mentawai. Keberangkatannya ke tempat baru itu diikuti oleh banyak penduduk Nias lainnya yang ingin merantau ke Mentawai. Akhirnya, merekalah yang mendiami daerah itu.

Kepercayaan & Adat Istiadat

Orang Mentawai termasuk penganut aninisme, yang percaya kepada roh-roh. Segala sesuatu (benda) yang ada berjiwa. Tujuan dari kultus tersebut adalah agar diberi kesehatan dan umur panjang.
Timbulnya penyakit dianggap karena kekosongan jiwa. Kepergian jiwa untuk sementara, membawa akibat orang sakit. Untuk menyembuhkan penyakit itu diperlukan Kerei (dukun). Kematian berarti jiwa pergi menghilang untuk selama-lamanya.

Adat 
Unsur-unsur yang kuat dalam menyatukan kebudayaan setiap rakyat adalah adat. "Arat" dalam bahasa dan kebudayaan Mentawai mencakup bermacam hal yang digolongkan kepada tradisi. Tradisi nenek moyang mutlak harus diterima tanpa gugatan, karena telah diperjuangkan dari masa ke masa, yang mendarah daging dalam kehidupan masyarakat selama bertahun-tahun. Oleh sebab itu, Arat menjadi norma bagi kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun dalam keluarga dan suku. Arat merupakan warisan suci, karena semenjak dahulu ditemukan oleh nenek moyang dan kelestariannya harus dijaga dengan baik. 
Mentaati Arat berarti merelakan diri dibimbing oleh tradisi yang menjadi ukuran prima dalam setiap moralitas. Arat dijadikan landasan pokok dan norma dalam penentuan segalanya, manusia, binatang, fenomena alam dan rentetan waktu.
Arat bagi masyarakat Mentawai adalah keselarasan dengan dunia, pemersatu dengan Uma dan jaminan hidup yang penuh dengan kedamaian dan ketentraman.
Agama / Kepercayaan
Kepercayaan Mentawai termasuk ke dalam Arat. Kumpulan dan himpunan dari upacara-upacara disebut dengan "Arat Sabulungan". Sabulungan berasal dari kata bulu yang berarti daun. Bahan-bahan untuk perangkat upacara keagamaan itu banyak menggunakan dedaunan dan ranting-ranting pepohonan.
Macam-macam sabulungan:
  1. Taikamanua
    roh yang hidup di udara dan langit
  2. Taikapolak
    roh yang bertempat tinggal di bumi
  3. Taikabaga
    roh yang hidup di bawah tanah
  4. Roh-roh yang khusus menjaga binatang
    a. Taikaleleu
        - Samajuju, sebagai pelindung rusa
        - Taikatengaloina, pelindung binatang yang ada di atas pohon
    b. Taikbagakoat
        Pelindung bintanag di laut
Sejak Perang Dunia II, sudah terdapat banyak perubahan, terutama sekali di bagian selatan. Perubahan yang terjadi mencakup kepercayaan dan struktur sosial. Dilain pihak, hubungan dengan suku tetangga, peraturan-peraturan pemerintah lewat surat keputusan dan penyebaran agama, telah mengubah kebudayaan dan kepercayaan Mentawai.
Walaupun sekarang masyarakat Mentawai sudah memeluk agama, namun pada hakekatnya kepercayaan Arat Sabulungan belum terkikis habis di lubuk hati orang Mentawai. Salah satu contohnya adalah kepercayaan terhadap obat si kerei, lebih ampuh dan manjur ketimbang obat-obatan modern dan puskesmas.
Oleh sebab itu, corak keagamaan di Mentawai disebut Bikultural, bersama-sama dengan resmi, hidup dengan agama asli yang digolongkan ke dalam aliran kebatinan.
Pengadilan Masyarakat
Untuk menemukan pelaku kejahatan di Mentawai dikenal dengan tiga macam cara:
  1. Bekeu malekbuk
    Kalau terjadi pencurian kecil, dipakaia bunga ibiscus untuk mencari siapa pencuri tersebut. Orang-orang yang dicurigai disuruh duduk berkeliling menghadapi sebuah wadah yang berisi air. Di dalamnya diapungkan bunga ibiscus dengan tangkainya yang pendek. Bunga didorong berputar mengitari orang-orang yang duduk berkeliling. Kemudian didorong sekali lagi sambil menyuruh bunga untuk mencari siapa yang bersalah. Bila sudah tiga kali bunga berhenti pada orang yang sama, maka orang itulah yang dianggap sebagai pencurinya. Semua orang akan arif, dan diam-diam bangkit dari duduk dan pergi meninggalkan tempat tersebut dengan aman dan tertib. Semua orang tidak boleh memberi komentar apapun karena dipandang tidak sopan dan tidak mematuhi tata upacara. Orang yang tertuduh kalau benar-benar pencurinya akan berusaha mengembalikan barang curian tersebut dengan diam-diam pada malam hari agar tidak diketahui orang lain.
    Tetapi kalau bunga itu tidak berhenti pada orang yang sama, hal semacam itu disebut dengan Taiteukenia, artinya bunga enggan disuruh atau tidak mau menujukkan pencurinya.
    Upacara menggunakan bunga ibiscus jarang menemui kepastian, apalagi bagi pelaku tentu tidak mau ikut karena takut belangnya akan ketahuan.
  2. Tippu sasa
    Upacara pemotongan rotan (tippu sasa) maksudnya untuk mencari seorang yang dituduh melakukan perbuatan jahat. Seorang yang dituduh boleh membuktikan bahwa dia tidak pernah melakukan hal tersebut. Atau, pemotongan sasa juga dapat dilakukan untuk menguatkan suatu sumpah.
    Upacara tippu sasa lebih serius dibandingkan upacara menghanyutkan bunga, karena upacara ini memastikan kehidupan atau kematian. Oleh sebab itu sebelum upacara dilangsungkan, dilakukan pembicaraan dan pemikiran yang mendalam. Dalam upacara akan dipilih seorang wasit yang bisa mendamaikan.
  3. Tulou paboko
    Tulou paboko artinya denda karena fitnah, dan merupakan upacara anti magi terhadap tippu sasa.
Oleh karena itu, dalam masyarakat Mentawai menjatuhkan tuduhan terhadap seseorang harus dilakukan secara hati-hati, karena kalau tidak disertai dengan bukti-bukti yang kuat atau malahan tuduhan palsu, maka akan berbalik kepadanya dimana penuduh akhirnya akan membayar denda kepada tertuduh (tulou paboko). Hal ini merupakan pengembalian nama baik tertuduh yang dituduh melakukan kejahatan yang tidak dia kerjakan.


   

Tidak ada komentar:

FAKULTAS DAN PROGRAM STUDI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA-BANDUNG

Bandung, 20 Oktober 2018 Oleh : Vincenplk Universitas Kristen Maranatha - Bandung memiliki sembilan (9) Fakultas dan dua puluh enam (26) ...